SISA RASA
gambar dari googleDebur
ombak memecah di pantai, membawa riak riak putih berserakan menebar sedemikian
rupa seolah di tata oleh tangan tangan terampil yang tak terlihat, bersusun
susun bergerombol meninggalkan buih sampai sejauh mata memandang, jeritan camar
mengiringi hembusan angin sejuk membisikan nada alam menceritakan kisah indah,
melukis dengan rapi menyajikan gambaran kehidupan yang telah berlangsung jutaan
abad lamanya.
Sementara
itu di ujung garis langit yang mulai redup oleh cahyanya dan kemudian pudar
oleh bayangan kelabu sang raja malam, dibalik gugusan karang terlindung oleh
beberapa bakau terlihat samar sesosok tubuh lelaki duduk dipasir pantai sambil
memeluk lututnya, dia membiarkan buih buih air menghampiri menyapa kedua kaki
telanjangnya, celana jeans kumalnya digulung hingga sebatas lutut untuk
menghindari buih buih air yang di hantarkan peelahan oleh ombak laut, walaupun
sesekali buih air mencapai pasir yang didudukinya namun seolah dia tak terasa
atau mungkin lebih membiarkan air itu membasahi pantatnya, dari keadaan
duduknya yang sudah membentuk cekungan dalam mungkin dia sudah duduk berjam jam
lamanya disana. Entah menikmati udara senja ataukah menunggu sesuatu yang
sedang di nantinya.
Kaosnya
berwarna coklat juga tak kalah dekil dengan keadaan pakaian bagian bawahnya
namun dia tak menghiraukan keadaan dirinya, terkadang ada hembusan nafas berat
keluar dari hidungnya, kadang juga dia menghisap udara dengan panjang dari
hidungnya seperti hendak mengisi penuh paru paru dengan oksigen.
Wajahnya
maasih muda kulit mukanya berwarna coklat bersih, matanya tajam di hiasi
sepasang alis tebal hidungnya biasa dengan bibir tipis yang jika tersenyum maka
terlihat seperti garis saja. Dahinya tinggi rahangnya kokoh khas wajah wajah
pribumi indonesia. Rambutnya hitam agak ikal di ujungnya terlihat melambai di
belai belaip angin senja.
Kembali
dia menarik nafas panjang dan menghembuskan setelahnya, matanya memandang jauh
ketengah lautan, sesekali menyipit ketika fokusnya memaksa untuk lebih detail
menerka apa yang ditangkap oleh retina matanya.
Husen
itu namanya, dia sedang menunggu sesuatu atau tepatnya seseorang, yang telah
membuat hatinya gundah gulana, mungkin seseorang itu adalah separuh dari
jiwanya yang sudah lebih dari dua purnama pergi begitu saja di pantai ini.
Terakhir
husen melihatnya adalah sekitar dua purnama lalu seseorang itu bernama malika,
tersenyum tipis menggenggam erat jemari tangan husen, dia meyakinkan lelaki itu
agar menunggunya disini di tempat dimana sekarang husen duduk, membawa lagi
separuh hatinya agar gundahnya bisa terobati, agar rindunya terbayar oleh
penantian panjang kekasih hati.
"....Doakan
aku selalu bisik malika ketika itu tanpa melepaskan tatapan mata, berjanjilah
menungguku disini, aku tak akan pergi kemana mana, aku selalu ada dalam hatimu,
aku akan menjaga cahya kasihku a, tak akan kubiarkan redup walau hanya sedetik
saja, yakinlah kita akan berjumpa dengan cinta yang lebih dari ini, lihatlah
laut dibawah kitai, disaksikan jutaan pasir pantai, di bawah bisikan angin
tropis, di naungi langit tinggi disana berjanjilah akan sehidup semati, hati
ini milikmu, rindu ini hanya untukmu, kasih ku tulus, cinta yang ku kenal tanpa
noda yakinlah bahwa kau akan setia menungguku menanti cinta kita mewujudkan
mimpi yang akan menjadi nyata, aku yakin kita bisa melalui semua rintangan yang
ada ingatlah badai lautan tak akan goyahkan jiwa dan raga berjanjilah selalu
bersama menjaga kisah kasih biru dalam seperti samudera, yakinlah bahwa tiada
perjuangan yang sia sia, perasaan bahagia bukan dari mana mana, tapi dari diri
kita, pilihan hanya dua mau atau tidak untuk meraih bahagia karena dengan
bahagia pasti akan dapat menghapus air mata, menyingkirkan duka nespata
mendatangkan nikmat tak terhingga mencairkan suasana menghidupkan rasa,
menghilangkan penat, menyembuhkan luka dan banyak sejuta kebaikan didalamnya,
tatap mataku tanya hatimu adakah keraguan, larikah dari kenyataan, tak
percayakah akan takdir yang telah di gariskan, sadarkah dengan apa yang kau
lakukan, sucikah hatimu dalam menentukan keputusan, belajarlah kau dari
keadaan, sepait apapun jelaga yang tertelan jangan biarkan pengaruhi jiwamu,
hatimu, batinmu, ingatlah ada aku yang selalu menjaga cinta ini, semurni
pertama kali kau labuhkan di dermaga sanubari, tetap rasa ini tak akan
terganti...
Tetaplah
seperti seharusnya, sesak sudah biasa perpisahan bukan berarti tak akan ada
pertemuan, ingat denganku, cita cita begitu tinggi menyempurnakan naluri
membuang ilusi hangatkan nurani, tunjukan pada dunia yang menganggap kita
biasa, buang jauh syak prasangka tetaplah di jalur yang disusun sedemikian rupa
menyesuaikan cerita alur kisah bermuara bahagia.
"....Aku
masih ingat malika semakin lirih bisikannya memaksa husen harus mendekatkan
telinganya di bibir malika, ketika kau bercerita tentang siang yang digantikan
malam dengan segala prosesnya, tapi bukankah setelah malam sampai di ujungnya
akan ada hari esok yang lebih ceria dengan awal tetesan embun pertama, dari
hangatnya kokok ayam menyapa yang menghantarkan kita pada hiruk pikuk urusan
dunia.....?
Aku
masih ingat kau bercerita sambil tertawa,.aku tak akan melupakan hari itu, hari
dimana kau letakkan percayamu di diriku, hari ketika kau merubah pandangan
hidupku kepada cerita cinta...
Di
penuhi tugass tugass dan menutup rapatt rapatt kehidupanku dari dunia yang
penuh angkara murka dan kejam meraja, kau datang bagaikan pangeran tanpa kuda
menjawab doa doaku, aku bingung dengan yang terjadi hari itu ,haruskah tertawa
bahagia ataulah harus menangis berulanh di peluk doa, aku mengakui dan meyakini
kau adalah pangeran yang dikirimkan Tuhan semesta alam padaku, mengisi hari
hariku calon imamku yang membimbingku menuju bahagia.
Di
saat itu aku menaruh harapan besar kepadamu untuk bersama saling menjaga
menggenggam erat jemariku, meniti tangga demi tangga, proses demi proses,
jembatan demi jembatan menuju surga....
Masih
terngiang suara malika di telinga husen, merdu lembut dan ceria...
Tak
terasa ada bulir bulir bening menetes dari pipi husen saat itu, dan juga saat
ini, ketika husen tak kuasa menahan sesengguknya maka dia membenamkan wajahnya
diantara dua lututnya, bahunya terguncang beberapa lama kedua tanganya semakin
erat memeluk kedua kakinya, bahunya
terlihat berguncang hebat,
betapa tidak malika yang di harapkannya
kembali diperaduan hatinya telah hilang nyawanya tertelan diseret ombak dua
purnama lalu... di pantai ini, husen berteriak sekencangnya waktu itu memeluk
erat tubuh dingin dan kaku malika, menghantarkan malika ketempat peraduannya
tertidur entah berapa lama,,
No comments:
Post a Comment